21 Maret 2009

MENGAPA MAHASISWA PERLU BERORGANISASI??

Perkembangan kehidupan yang di kelilingi oleh iklim globalisasi yang begitu mencengkeram kehidupan, secara otomatis merasuki dunia kemahasiswaan juga, bahwa mahasiswa yang berbasis kaum muda dengan sendirinya akan mengikuti gelora aktifitas kehidupan, iklim sosial yang di tandai dengan gemerlapnya dunia semakin memperkuat adanya budaya pop (pop culture).

Oleh karena itu, idealita yang di kembangkan HMI adalah idealita yang mengedepankan asas-asas keislaman, idealita keilmuan, mengedepankan dialektika progressif dan melakukan tindakan-tindakan rill dengan melihat fenomena sosial yang terjadi, bahwa ada orientasi yang terkadang melenceng dari real idealita mahasiswa. Orientasi pragmatisme akademis, orientasi oportunity terkadang membayangi dalam lingkup aktivitasnya. Pada saat ini ada momentum yang sebenarnya sangat tepat untuk megurai kembali sebuah idealita mahasiswa, karena di saat inilah regenerasi pergerakan terjadi, yaitu di saat mahasiswa baru masih menapaki ruang barunya dalam berdialektika dalam lingkup akademis, mereka masih beradaptasi dengan kampus barunya, perkenalan dengan sistem pembelajaran, dan yang lebih penting adalah elaborasi progressif terhadap nama yang di sandang, yaitu “mahasiswa”. Setidaknya momentum inilah yang menjadi perhatian serius oleh Lembaga Kemahasiswaan untuk membawa sebuah misi suci pergerakan dalam transformasi orientasi dan visi.
Wacana dan realita pasar yang berkembang adalah; akhir-akhir ini ada persepsi di masyarakat bahwa institusi perguruan tinggi yang menjadi tempat bernaung mahasiswa, mengalami delegitimasi akademis. Artinya, ada anggapan masyarakat, bahwa tidak selamanya orang yang lahir dari rahim institusi akademis tertinggi sekalipun (Perguruan Tinggi misalnya) akan membawa dampak pencerahan bagi masyarakat. Banyak lulusan Perguruan Tinggi, bahkan ternama sekalipun, akan tetapi tidak bisa berbuat banyak untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi masyarakat maupun bangsa. Lebih jelasnya, sarjana yang menjadi pengangguran tidak sedikit.

Yang berikutnya adalah realita di perguruan tinggi akan mahalnya biaya pendidikan. Realita pendidikan yang mencerminkan paradigma pasar tersebut ternyata sangat ampuh menghegemoni mahasiswa, maka bisa di proyeksikan menjadikan paradigma berfikir mayoritas mahasiswa adalah paradigma untung-rugi, bukan paradigma idealita-realita. Artinya meraka berfikir bahwa kuliah bayar mahal, maka luluspun harus menghasilkan. Menghasilkan di sini bukan berarti investasi ilmu yang berlebih, tapi yang lebih di utamakan adalah pekerjaan yang di dapat, atau investasi masa depan (orientasi pragmatis). Jadi paradigma idealita-realita, yang membincang tentang elaborasi tentang ilmu serta aplikasinya dalam kehidupan dengan budaya penelitian maupun aksi nyata, mayoritas lebih di nomor duakan. Sehingga yang di kejar adalah kuliah cepat, IP tinggi, dan cepat dapat pekerjaan, tanpa memikirkan gejolak sosial yang terjadi di masyarakat yang saharusnya menjadi tanggungjawab mahasiswa.

Kedua sebab di atas, langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pola aktifitas kemahasiswaan, karena wacana yang berkembang maupun realitas pasar di ranah akademik tersebut membuat mahasiswa mengalami phoby aktivitas. Ketakutan-ketakutan tersebut bisa saja datang dari orangtua mereka untuk secepatnya menyelesaikan kuliah, mengikuti aturan normative dan mengeliminir kegiatan-kegiatan ekstra kampus, maupun datang dari dosen sendiri dengan memberikan sisa waktunya hanya untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Sehingga bisa di bayangkan bagaimana paradigma mahasiswa ketika “diperkosa” oleh dua sebab tadi. Bisa di pastikan, mereka akan konsentrasi di jalur akademik an sich, dan apatis terhadap realitas sosial yang sebenarnya memerlukan perhatian khusus mahasiswa untuk berperan aktif menjawabnya. Sudah menjadi kewajiban seharusnya, bahwa dalam ranah public, Mahasiswa memposisikan dirinya sebagai jelmaan dari masyarakat secara makro.

Dengan demikian sudah barang tentu bahwa mahasiswa include dalam peran social kemasyarakatan maupun control kebijakan terhadap pemerintah, bisa di fahami bahwa peran social di sini adalah upaya mahasiswa menyikapi persoalan yang muncul dalam masyarakat sendiri, yang sebenarnya kalau kita elaborasi adanya permasalahan dalam masyarakat maupun struktur masyarakat merupakan imbas dari adanya ketidakadilan pemerintah dalam mengambil kebijakan berkaitan dengan public sphere.

Ada berbagai alasan kenapa mahasiswa harus mengambil peran organic demikian, beberpa di antaranya adalah: pertama, tidak bisa di pungkiri bahwa mahasiswa merupakan bagian dari kalangan intelektual, yang setiap harinya bergelut dengan dunia akademis serta fikiran-fikirannya masih di selimuti oleh idealisme progresif, sehingga di harapkan mampu mengonstruk aras idealita sebuah kehidupan. Kedua, ada kemudahan untuk menyeragamkan visi, hal ini terkait dengan orientasi memilih perguruan tinggi sebagai pilihan aktifitasnya, artinya mahasiswa karena memilih kampus sebagai ladang aktifitas bisa di arahkan dalam hal orientasi akademiknya yang lebih aplikatif-transformatif yang tidak berakhir di meja kuliah saja, dengan demikian ada upaya holistic untuk melakukan mobilisasi horizontal dalam bidang massifikasi penguatan visi mahasiswa dalam upayanya mengawal kehidupan yang berkeadilan.

Ketiga, unggul dalam kuantifikasi massa, inilah keuggulan mahasiswa di banding komunitas masyarakat lain, kuantifikasi massa minimal dapat melakukan gebrakan untuk melakukan gerakan oposisional terhadap pemerintahan. Di dunia manapun, gerakan massa akan lebih bisa di dengar suaranya, karena persoalan massa adalah persoalan legitimatif yang secara representative dapat di jadikan acuan untuk membuat ultimate goal sebuah kebijakan untuk rakyat banyak.

HMI-MPO adalah organisasi mahasiswa yang independent dan menyikapi segala kebijakan birokrasi yang merugikan rakyat dalam berbagai bentuk dan merupakan saran pendidikan untuk menuju sebuah perjuangan yang berlandaskan tauhid yaitu keesaan Allah. Sehinga oleh karena itu menjadi sebuah alasan mahasiswa memerlukan organisasi baik itu organisasi intra kampus maupun ekstra kampus. Sehingga mahasiswa perlu beroriented ip tingggi tanpa melupakan ummat dengan cara berorganisasi apapun melalui wadah organisasi yang berlandaskan keislaman dan independent tidak ada intervensi dari ormas tertentu ataupun parpol tertentu sesuai dengan visi misi HMI yaitu terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan Ulul Albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bagi saya organisasi penting skali y, banyak dari alumni2 kita mahasiswa merasa kecewa dan menyesal karena tidak mengikuti organisasi...
karena dari organisasi banyak sekali yang kita dapatkan seperti pengetahuan dari luar dunia kuliah dan kemampuan2 lainnya...
paradigma saat ini mahasiswa tidak mengikuti organisasi karena takut mengganggu jam kuliahnya, pdahal bila diseimbangkan ya its ok kan...