oleh: Syahrul E Dasopang
Telah banyak usaha untuk mengumpulkan potensi keluaga besar HMI MPO. Pada tahun 2001 misalnya dengan sukses diselenggarakan syawalan keluarga besar HMI MPO di Taman Ismail Marzuki (TIM),
Sekarang terbit lagi keinginan untuk mengumpulkan kembali keluarga besar HMI MPO. Penggagas sekaligus penggiatnya adalah Awalil Rizky. Tentu bukan hal yang baru bagi seorang Awalil menyelenggarakan kegiatan semacam ini. Tahun 2007, ia sukses menjadi panitia kegiatan serupa yang dilaksanakan di
Pada pertemuan Taman Ubud, 11 Juli 2008 yang lalu, dibicarakan penyusunan rencana pertemuan alumni HMI MPO di Jakarta secara besar-besaran. Hadir pada malam itu, Egi Sudjana, Saat Suharto, Nasyit Majdi, Ridaya Laode, Farid Alhabsyi, MY Gunawan, Firman, dan masih banyak lagi. Saya sendiri turut dalam pertemuan itu.
Pendeknya, setiap orang yang hadir pada malam itu menyadari betapa pentingnya jika berhasil mewujudkan acara yang dikemas dengan syawalan tersebut. Syawalan yang mempertemukan keluarga besar HMI MPO yang bertebaran di mana-mana itu tentulah sangat penting. Bukan saja sebagai sinyal eksistensi keluarga besar HMI MPO kepada publik, tetapi juga jika dibidani dan dirawat dengan baik, tentulah akan berkembang menjadi entitas sosial-politik dan ekonomi yang patut diperhitungkan. “Keluarga besar HMI MPO jangan dikira tidak bisa menjadi pasar yang penting, “ ujar Egi Sudjana yang merasa interest dengan gagasan yang disodorkan oleh Awalil tersebut.
Modal Sosial HMI MPO
HMI MPO eksis sejak 1986. Berarti keberadaannya di tengah-tengah masyarakat telah mencapai 22 tahun. Dari awal berdiri hingga jatuhnya Soeharto pada tahun 1998 yang menandai terbukanya kebebasan berorganisasi, HMI MPO didukung secara konsisten oleh 7 cabang yang terdiri atas Cabang Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, Wonosobo, Ujung Pandang dan Palopo. Kita asumsikan saja secara rata-rata apabila masing-masing 7 cabang tersebut menghasilkan 200 kader tiap tahunnya, maka selama 22 tahun jumlah kader HMI MPO untuk 7 cabang saja sudah 30.800 orang. Penghitungannya adalah 7x200x22=30.800. Ini merupakan angka yang moderat. Dan setelah reformasi, 10 tahun kemudian, cabang HMI MPO bertambah sebanyak 40 cabang. Tentu saja pertambahan ini terjadi dalam tahun-tahun yang berbeda. Sekarang kita asumsikan saja, masing-masing cabang tambahan tersebut rata-rata menghasilkan 20 orang kader setiap tahunnya, maka sekarang jumlah kader untuk 40 cabang tersebut adalah 8.000 orang. Penghitungannya adalah 40x20x10=8.000. 8.000 ditambah 30.800 adalah 38.800. Kiranya keluarga besar HMI MPO lebih dari angka itu.
Apabila diperiksa laporan data pada 2005 yang pernah diberikan oleh cabang-cabang di seluruh Indonesia, cabang Yogyakarta merupakan urutan teratas dalam hal kuantitas kader. Setiap tahunnya dilaporkan cabang tersebut menghasilkan 1.000 kader lebih. Jika ini saja yang menjadi patokan, tentu dalam 22 tahun cabang
Nah, itu baru merupakan angka di atas kertas. Modal material HMI MPO adalah tersebarnya kader-kader HMI MPO di berbagai lini kehidupan. Hal ini dapat menjadi modal jaringan. Beberapa kader HMI MPO tersebut sudah tampak menonjol di “lahan’ yang ia geluti. Seperti harapan Egi Sudjana, jika saja setiap kader HMI MPO tersebut fungsional dan saling menjaga komunikasi, tentu tingkat determinasinya untuk kebaikan HMI dan masyarakat akan lebih signifikan.
Persoalannya adalah mewujudkan gagasan sinergi dan penguatan solidaritas keluarga besar HMI MPO bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan kesabaran, kegigihan, dan ketelatenan di dalam merawat dan memekarkan sinergi dan solidaritas tersebut. Apabila syarat itu dapat dipenuhi, agaknya pertemuan di jalan Taman Ubud, Rasuna Said tersebut merupakan langkah awal bagi bangkitnya keluarga besar HMI MPO di dalam percaturan sosial politik nasional. HMI MPO Connection sebagai entitas sosial telah lama tidur dan tidak ambil peduli dengan pergulatan politik dan ekonomi yang sedang berkembang pesat dewasa ini. Dan kini Awalil tengah berusaha membangkitkan kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar